Senin, Januari 02, 2017

Berwisata Ke Kota Lasem "Tiongkok Kecil di Pulau Utara Jawa"

loading...

Lasem Tiongkok Kecil di Pulau Utara Jawa


Kali ini saya Pemuda Banget Bakalan Ngebahasa tentang Kota Lasem "Tiongkok Kecil di Pantai Utara Jawa" si Kota Pusaka dan Kota Batik sob.Lasem, sebuah kota kecamatan bagian dari Kabupaten Rembang di pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah, berjarak 12 km dari kota Rembang. Kota ini memiliki luas wilayah 4.504 hektare dan dilalui oleh Jalan Raya Pos yang dibangun pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811). Julukannya sebagai Tiongkok Keciltelah mendunia. Saat ini, Lasem pun tenar sebagai kota batik, kota santri, dan kota pusaka.

Kota Tua Lasem merupakan permukiman masyarakat Cina Lasem sejak abad 15. (foto oleh Astri Apriyani)

Lasem terbentuk dari pelbagai elemen kebudayaan: Jawa, Tionghoa, Kolonial, dan warisan masa Majapahit. Kota ini telah menjadi miniatur keberagaman sejak abad 15. Tak heran, istilah toleransi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Lasem hingga saat ini.
Lasem pernah tercatat dalam beberapa naskah kuno Jawa: Nagarakretagama (1365), kitab Badrasanti (1479), dan Pararaton (1600). Tak hanya dalam naskah kuno Jawa, toponimi Lasem pun tercatat dalam 4 kronik Cina bertarikh 1304 sampai 1617. Demikian pula nama Lasem muncul dalam aneka catatan pemerintah Belanda sejak abad 18.

Muara Sungai Lasem menjadi tempat masuknya jung-jung dan kapal dagang Cina pada abad 17-19. (Foto oleh Ellen Kusuma)

Pada abad 18-19, Lasem menjadi kota Corong Candu-nya Jawa, pelabuhan candu terbesar di pulau Jawa bersama dengan kota di sebelahnya, Juwana. Dari perdagangan candu ini, Lasem menjadi kota kaya raya. Tinggalannya adalah komplek bangunan di Pecinan Lasem; Soditan, Gambiran, Karangturi dan Babagan. Bangunan besar dan megah berciri arsitektur Cina Fujian, Cina Hindia, Indische Empire, dan kolonial tersebar di wilayah kota tua Lasem. Jumlahnya mencapai 250-an bangunan, baik dalam kondisi lestari atau terlantar. Keistimewaan Pecinan Lasem adalah tidak ditemukannya bangunan rumah toko berlantai dua dan memanjang. Semua bangunan merupakan bangunan yang berdiri di tanah minimum seluas 1500 m2.

Pada 1860-an, perdagangan candu menurun karena pemerintah Belanda memonopoli peredarannya. Sehingga, rumah batik mulai bermunculan dan Lasem menjadi kota batik yang produksinya terkenal hingga mancanegara, terutama di Malaysia dan Singapura.

Bekas galangan kapal, pabring-pabrik pembuatan kapal di sepanjang Sungai Lasem yang sohor pada abad 19 sampai awal abad 20. (Foto udara oleh Feri Latief)

Lasem juga berkaitan dengan aneka peristiwa sejarah. Masyarakat Lasem Jawa, Tionghoa, Arab, bersatu padu dalam peperangan melawan kolonial. Contoh, perang yang melibatkan laskar Tionghoa Jawa adalah Geger Pacinan atau Perang Kuning pada 1740-1943. Lasem terutama warga Tionghoa juga menjadi tulang punggung perang Diponegoro 1825-1830, sehingga motif batik Lasem pun menjadi inspirasi pelukis Abdullah dalam lukisannya bertema Diponegoro. Lasem pun menjadi kota yang pernah menjadi tujuan bagi para Tionghoa pelarian korban pembantaian di Batavia tahun 1740, aneka kisah legenda yang berkaitan ini dengan ini menjadi sejarah lisan di Lasem, belum ada sumber sejarah yang mencatat tentang peristiwa ini.



Lasem Kota Pusaka



Bangunan-bangunan bersejarah di Kota Tua Lasem

1. Klenteng Cu An Kiong

Klenteng Cu An Kiong, klenteng utama di Kota Tua Lasem. (Foto oleh Feri Latief)

Klenteng Cu An Kiong adalah klenteng tertua dengan dewa utamanya adalah Dewi Samudra—Ma Zu atau Thian Siang Sing Bo—sering disebut Mak Co. Klenteng ini berdiri pada abad 16. Terletak di Jalan Dasun, Desa Soditan.

2. Klenteng Bao An Bio


Klenteng Poo An Bio di Karangturi. (Foto oleh Astri Apriyani)

Klenteng Bao An Bio terletak di Karangturi, didirikan untuk menghormati Kong Tik Cun Ong (Guangze Zunwang). Masa pembangunannya tidak diketahui. Klenteng ini dipugar pada 1919 dan 1927. Terletak di Pecinan Karangturi Gang 8.

3. Klenteng Gie Yong Bio

Klenteng Gie Yong Bio di Desa Babagan. (Foto oleh Feri Latief)

Klenteng Gie Yong Bio dibangun untuk menghormati dua pahlawan zaman Dinasti Ming, yaitu Chen Sixian dan Huang Daozhou. Klenteng ini juga dipercaya merupakan klenteng yang menghormati dua orang Cina yang pertama kali mendarat di Lasem, yaitu pria bermarga Chen (Tan) dan Huang (Oey). Bahkan, keduanya juga dipuja di Rembang dan Juwana. Cerita versi lain, kedua tokoh Cina ini adalah pahlawan Lasem yang turut berperang bersama orang-orang Jawa melawan VOC pada 1740-1743. Orang-orang Jawa mengenang peristiwa di zaman itu dengan sebutan Geger Pacinan. Terletak di Pecinan desa Babagan.

4. Lawang Ombo

Lawang Ombo atau dikenal juga dengan nama Rumah Candu, salah satu bangunan rumah berarsitektur Fujian di Desa Soditan. (Foto oleh Feri Latief)

Lawang Ombo dibangun pada akhir abad ke-18. Pemiliknya adalah Lim Cui Sun, bong (makam, 1825) terletak di dalam komplek rumah Lawang Ombo. Rumah bergaya Fujian Selatan dengan atap ekor walet masih memiliki altar tempat menyimpan papan abu Lim Cui Sun dan beberapa anak lelakinya, termasuk Kapitan Cina pertama di Lasem, Lim Ki Siong. Terletak di Pecinan wilayah Soditan, di samping Klenteng Cu An Kiong.

5. Pesantren Kauman

Pesantren Kauman terletak di Desa Karangturi. (Foto oleh Feri Latief)

Rumah Gus Zaim, Pesantren Kauman. Rumah Cina Hindia milik Pembina Pondok Pesantren Kauman, terletak di Jalan Karangturi. Di area ini juga terdapat Masjid Kauman, masjid utama di Lasem. Area ini juga terdapat rumah-rumah berarsitektur Jawa.

6. Rumah Merah atau Rumah Tiongkok Kecil Heritage


Rumah Merah dibangun sejak pertengahan abad 19. (Foto oleh Feri Latief)

Rumah Tiongkok Kecil Heritage, rumah bergaya Cina Indis merupakan rumah kuno yang telah dikonservasi dan direnovasi. Terletak di Komplek Pecinan Karangturi Gang 4.

7. Rumah Oma Opa


Teras di rumah-rumah Lasem adalah tempat untuk menerima tamu, serta untuk bercengkrama keluarga. (Foto oleh Ellen Kusuma)

Rumah Opa Oma, merupakan bangunan Cina Hindia, dahulu menjadi tempat produksi batik, namun saat ini tidak digunakan lagi. Ditinggali oleh Opa Gwan, Oma Lim, dan seorang penjaga rumah, Minuk. Rumah ini dapat dikunjungi wisatawan. Terletak di Karangturi Gang 4.

8. Rumah Nyah Lasem (Mini Museum)

Museum Nyah Lasem, terletak di Desa Karangturi. Merupakan rumah berarsitektur Cina Hindia. (Foto oleh Agni Malagina)

Rumah Nyah Lasem, merupakan rumah Cina Hindia. Terdiri dua bangunan utama, rumah Cina sederhana dijadikan sebagai museum keluarga, masih dalam taraf pengembangan. Bangunan di sampingnya, berupa bangunan kolonial, difungsikan sebagai guest house bagi backpackers. Terletak di Karangturi Gang 5.

9. Rumah Lim Hong Hoen


Rumah Lim Hong Hoen seorang taipan asal Lasem pada pertengahan abad 19. Bangunan ini kini digunakan sebagai Kantor Polisi Sektor Lasem. (Foto oleh Feri Latief)

Rumah Liem Hong Hoen, bangunan bergaya Indische Empire paling besar di Lasem. Rumah ini bekas rumah milik Liem Hong Hoen—pesohor Lasem awal abad ke-20 yang juga keturunan Liem Cui Sun. Konon, rumah megah ini disebut-sebut juga pernah sebagai tempat penyelundupan candu. Rumah megah milik Hoen telah diakuisisi kepolisian pada 1965. Kini, bangunan difungsikan sebagai Kantor Polisi Sektor Lasem. Terletak di Jalan Raya Pos.

Lasem Kota Batik



Lasem disebut kota batik, konon dimulai sejak masa Na Li Ni si putri Campa istri Bi Nang Un seorang anggota ekspedisi Cheng He (1405-1433). Mereka memperkenalkan teknik membatik pada abad 15, sampai masa keemasan perusahaan batik Lasem yang dibangun oleh orang-orang Cina Lasem mulai 1860-an. Perusahaan batik saat itu merupakan usaha yang paling menguntungkan setelah perdagangan candu. Menurut Veth dalam Salmon, pengusaha batik Lasem mengandalkan 2.000-an pekerja untuk proses artistik dan 4.000-an pekerja untuk proses lainnya.

Motif batik Lasem pun mendapat pengaruh motif simbolik tradisi Cina. Seperti motif naga lambang kekuatan keagungan, motif phoenix (burung hong) lambang kecantikan, motif bunga-bunga lambang keindahan dan kesejahteraan. Terdapat juga penambahan motif lokal seperti fauna flora laut dan motif lokal lainnya, seperti motif kricakan yang melambangkan masyarakat Lasem bekerja rodi membangun Jalan Raya Pos. Mereka pun membuat kain batik panjang dan kain Tokwi (penutup meja altar persembahan/zhuowei) yang terkenal dalam tradisi budaya Babah di Singapura.

Batik Lasem masa itu diekspor secara besar-besaran ke Singapura dan Sri Lanka. Jelang tahun 1970-an, perlahan pesona sinar batik Lasem pudar. Saat memasuki beberapa rumah kuno di Pecinan Lasem, kami menjumpai peralatan tinggalan perusahaan batik rumahan, seperti surat-menyurat perdagangan batik, nota jual beli pewarna, surat pemesanan pembelian lilin dari Atapupu-Timor, botol-botol pewarna, bak pencucian, pidangan, bahkan cap batik, kini hanya teronggok menjadi kenangan.

Tak banyak nama orang Cina Lasem yang masih berjuang melanjutkan usaha batik warisan keluarganya. Tersebutlah nama Sigit Witjaksono dengan batik Sekar Kencana, Merry Purnomo pemilik batik Purnomo, Katrin dengan batik tulis Bee, Henry Ying yang meneruskan batik Padi Boeloe dan Rajawali, Renny Priscilla melanjutkan tradisi batik halus Maranatha, Santoso pemilik batik Pusaka Beruang.

1. Batik Pusaka Beruang, Jalan Eyang Sambu-Jatirogo

Seniman batik tulis Lasem. (Foto: Feri Latief)


2. Batik Bu Kiok, Karangturi Gang 6

Rumah batik Bu Kiok, Karangturi. Ibu Kiok sudah meninggal, tapi usaha batik ini tetap berjalan dilanjutkan oleh keponakan beliau yang tinggal di Semarang. (Foto: Feri Latief)


3. Batik Nyah Sutra, Karangturi

Batik Nyah Sutra, terletak di Karangturi. (Foto: Feri Latief)


4. Batik Maranatha, Karangturi, dekat jembatan Lasem

Reny, seniman muda batik di Kota Tua Lasem. Meneruskan usaha batik sang Ibunda. Rumah batiknya terletak di Karangturi. (Foto: Feri Latief


5. Kampung Batik Babagan: Batik Sigit Witjaksono, Batik Katrin, Batik Dua Putri, Batik Padi Boeloe (Rajawali)

Sigit Witjaksono, maestro batik Lasem. Terkenal dengan karya batiknya yang bercirikan karakter Han. (Foto: Agni Malagina)

Henry Ying, meneruskan usaha batik orang tuanya yang terkenal dengan pionir warna baru soft kalem pada batik tulis Lasem. (Foto: Agni Malagina)


6. Batik Purnomo, Gedongmulyo

Merry Purnomo, melanjutkan usaha batik sang suami. Ia seorang seniman batik yang sering bereksperimen dengan aneka motif dan gaya baru. (Foto: Feri Latief)

Oke sekian dulu sobat artikel mengenai Berwisata Ke Kota Lasem " Tiongkok Kecil di Pulau Utara Jawa" semoga artikel ini bisa menambah referensi sobat untuk berwisata ke Indonesia. Semoga bermanfaat terimakasih.

Sumber 


EmoticonEmoticon